Senin, 23 Januari 2012

JENIS - JENIS KELUARBIASAAN


JENIS-JENIS KELUARBIASAAN

          Seperti yang kita bahas pada artikel sebelumnya mengenai Definisi Keluarbiasaan. Jenis keluarbiasaan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: keluarbiasaan yang di atas normal dan keluarbiasaan di bawah normal.
        Keluarbiasaan di atas normal yaitu kondisi seorang anak yang melebihi batas normal dalam bidang kemampuan. Anak yang memiliki kemampuan seperti ini disebut anak berbakat atau dalam bahasa asing disebut sebagai gifted and talented person.
          Jika keluarbiasaan pada anak di atas normal hanya ada satu istilah maka berbeda denga keluarbiasaan pada anak di bawah normal sangat beragam. Jenis-jenis keluarbiasaan di bawah normal adalah (1) tunanetra, (2) tunarungu, (3) gangguan komunikasi, (4) tunagrahita, (5) tunadaksa, (6) tunalaras, (7) kesulitan belajar, dan (8) tunaganda. Mari kita kaji secara singkat setiap jenis keluarbiasaan tersebut, sebagai berikut :

1.    Tunanetra
    Tunanetra berarti kurang dalam hal penglihatan. Sejalan dengan makna tersebut, istilah ini dipakai untuk mereka yang mengalami gangguan penglihatan yang mengakibatkan fungsi penglihatan tidak dapat dilakukan. Oleh karena gangguan tersebut, penyandang tunanetra menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dengan mereka yang penglihatannya berfungsi secara normal.

2.    Tunarungu
   Istilah tunarungu dikenakan bagi mereka yang mengalami gangguan pendengaran, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Gangguan ini bisa terjadi sejak lahir (merupakan bawaan), dapat juga terjadi setelah lahir. Istilah ini sering digunakan untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran adalah anak tuli. Dalam bahasa inggris sering disebut sebagai hearing impaired atau hearing disorder. Oleh sebab itu keluarbiasaan ini, anak tunarungu membutuhkan bantuan khusus, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun pendidikan.

3.    Gangguan Komunikasi
     Gangguan Komunikasi atau dalam bahasa inggris disebut communication disorder, merupakan gangguan yang cukuo signifikan karena kemampuan dalam berkomunikasi memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Secara garis besar, gangguan komunikasi di bedakan menjadi dua kategori, yaitu gangguan bicara (karena kerusakan organ bicara) dan gangguan bahasa (speech disorder dan language disorderss).
Gangguan bicara yang sering disebut dengan tunawicara dapat disebabkan oleh gangguan pendengaran sejak lahir atau kerusakan organ bicara, misalnya lidah yang terlampau pendek sehingga anak tidak bisa memproduksi bunyi secara sempurna. Gangguan yang dikenal dengan istilah tunarungu-wicara yaitu karena yang bersangkutan tidak pernah mendengar suara sehingga tidak mengenal suara. Sebagai akibatnya, anak tidak pernah memiliki persepsi mengenai suara.
          Gaangguan komunikasi yang terjadi karena gangguan bahasa ditandai oleh munculnya kesulitan bagi anak dalam memahami dan menggunakan bahasa, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis. Sebagaimana kita ketahui, agar mampu memahami dan menggunakan bahasa maka seseorang harus mampu menguasai sistem bunyi bahasa. Tata kata, tata kalimat, semantik (makna) dan penggunaan bahasa sesuai dengan konteks.
Gangguan bahasa dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, Pertama, gangguan bahasa yang terjadi karena perkembangan yang terlambat. Kedua, gangguan yang dihubungkan dengan kesulitan belajar atau learning disabilities. Ketiga, gangguan bahasa yang terjadi sebagai akibat gangguan saraf.

4.    Tunagrahita
       Tunagrahita sering dikenal dengan cacat mental adalah kemampuan mental yang berada di bawah normal. Tolak ukur yang digunakan ini adalah tingkat kecerdasan IQ. Tunagrahita juga dapat dikelompokkan menjadi tunagrahita ringan, sedag dan berat. Meskipun yang menonjol kemampuan dibawah normal, namun kondisi ini berpengaruh pada kemampuan lainnya, seperti kemampuan untuk bersosialisasi dan menolong diri sendiri. Anak tunagrahta mungkin banyak ditemukan di SD biasa, coba perhatikan anak yang tidak naik kelas berkali-kali, anak yang kemampuan akademiknya di bawah rata-rata.

5.    Tunadaksa
       Tunadaksa secar harfiah berarti cacat fisik. Oleh karena kecacatan ini anak tersebut tidak dapat menjalankan fungsi fisik secara normal. Anak yang kakinya tidak normal karana kena folioatau yang anggota tubuhya diamputasi karena satu penyakit dapat dikelompokkan pada anak tunadaksa. Dalam kelompok ini juga dapat dimasukkan anak-anak penderita penyakit epilepsy (ayan), cerebral palsy, kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot, serta mengalami amputasi.

6.    Tunalaras
Istilah tunalaras digunakan sebagai padanan dari istilah behavior disorder dalam bahasa inggris. Kelompok tunalaras sering juga dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi (emotionally disturbance). Gangguan yang muncul pada anak ini berupa gangguan perilaku, seperti suka menyakiti diri sendiri (misal mencabik-cabik pakaian atau memukul-mukul kepala), suka menyerang teman (agresif). Termasuk juga dalam kelompok ini anak penderita autistik, yaitu anak yang menunjukkan perilaku menyimpang yang membahayakan baik untuk diri sendiri atau orang lain.


7.    Anak Berkesulitan Belajar
Anak berkesulitan belajar merupakan anak- anak yang berkesulitan belajar bukan karena kelainan yang dideritanya. Anak-anak ini pada umumnya mempunyai tingkat kecerdasan yang normal, namun tidak mampu mencapai prestasi yang seharusnya karena kesulitan belajar.

8.    Tunaganda
Sesuai dengan makna istilah tunaganda, kelompok penyandang keluarbiasaan jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan. Misalnya, menyandang tunanetra dan tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan tunadaksa, tunarungu, dan tunagrahita sekaligus. Tentu saja bisa dibayangkan betapa besar keluarbiasaan yang disandang, yang tentu saja berdampak pada kompleksnya layanan pendidikan yang seyogyanya disiapkan. 


Jumat, 13 Januari 2012

Anak Luar Biasa


DEFINISI KELUARBIASAAN

Keluarbiasaan merupakan satu istilah yang mungkin sudah sering kita dengar, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan anak luar biasa. Keluarbiasaan merupakan kata benda yang berasal dari kata sifat luar biasa, yang dapat disejajarkan dengan kata exceptional dalam bahasa inggris. Dengan demikian, secara harfiah keluarbiasaan berarti menggambarkan sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang luar biasa dapat berupa sesuatu yang positif atau sebaliknya sesuatu yang negatif. Sejalan dengan pemikiran inilah keluarbiasaan digunakan dalam Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Dengan demikian, anak luar biasa (ALB) adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa yang signifikan membedakan dengan anak – anak seusia pada umumnya. Keluarbiasaan yang dimiliki bisa sesuatu yang positif ataupun sebaliknya sesuatu yang negatif. Selanjutnya, keluarbiasaan atau penyimpanagan tersebut berpengaruh terhadap layanan pendidikan agar anak tetap dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Istilah Anak Luar Biasa (ALB) digunakan sebagai istilah umum untuk semua anak yang memiliki keluarbiasaan, dan untuk menggantikan berbagai istilah yang selama ini digunakan, seperti anak cacat, anak berkelainan atau anak lemah mental. Dalam bahasa inggris, istilah ini bahkan sangat banyak, seperti handcapped children, impaired children, disabled children, dan retarted children. Penggunaa istilah ini masih silang pendapat bahkan di indonesia sendiri belum ada kesepakatan yang baku untuk istilah ini. Namun dari nama sekolah yang dikhususkan untuk anak-anak ini, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) dapat disimak bahwa istilah luar biasa dapat mewakili semua anak yang memiliki penyimpangan dari anak normal, baik penyimpangan bersifat fisik, tingkah laku maupun kemampuan. Sekarang istilah yang lebih bagus untuk menggambarkan kondisi setiap jenis penyimpangan, terutama penyimpangan di bawah normal, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa dan tunalaras. Istilah ini meskipun menggambarkan kekurangan namun mengandung rasa bahasa yang dapat diterima.

Rabu, 04 Januari 2012

HAKIKAT MANUSIA DENGAN PENDIDIKAN

Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan

A.      ASAS – ASAS KEHARUSAN ATAU PERLUNYA PENDIDIKAN BAGI MANUSIA

1.       Manusia sebagai Makhluk yang Belum selesai
Manusia tidak bisa menciptakan dirinya sendiri, beradanya manusia di dunia bukan juga karena hasil evolusi tanpa Pencipta sebagaimana diyakini penganut  Evolusionisme, melainkan sebagai ciptaan Tuhan. Manusia bereksistensi di dunia. Artinya, manusia secara aktif “mengadakan” dirinya, tetapi bukan dalam arti menciptakan dirinya sebagaimana Tuhan menciptakan manusia, melainkan manusia harus bertanggung jawab atas keberadaan dirinya, ia harus bertanggung jawab menjadi apa atau menjadi apa nantinya. Berinteraksi berarti merencanakan, berbuat, dan menjadi sehingga dengan demikian setiap manusia dapat menjadi lebih atau kurang dari keadaannya. Dalam kalimat lain dapat dinyatakan bahwa manusia bersifat terbuka, manusia adalah makhluk yang belum selesai “mengadakan” dirinya.

2.       Tugas dan Tujuan Manusia adalah Menjadi Manusia
Sejak kelahirannya manusia memang adalah manusia, tetapi tidak secara otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi dalam berbagai aspek hakikat manusia. Sebagai individu atau pribadi, manusia bersifat otonom, ia bebas menentukan pilihannya, tetapi bahwa bebas itu selalu berarti terikat pada nilai-nilai tertentu yang menjadi pilihannya dan dengan kebesan itulah seseorang pribadi wajib bertanggung jawab serta akan diminta pertanggungjawabannya. Sebab itu, tiada makna lain bahwa berada sebagai manusia adalah mengemban tugas dan mempunyai tujuan untuk menjadi manusia, atau bertugas mewujudkan berbagai aspek hakikat manusia. Karl Jaspers menyatakan dalam kalimat: “ to be a man is to become a man”, ada sebagai manusia adalah menjadi manusia (Fuad Hasan,1973). Implikasinya jika seseorang tidak selalu berupaya  untuk menjadi manusia maka ia tidaklah berada sebagai manusia.

3.       Perkembangan Manusia Bersifat Terbuka
Manusia dilahirkan ke dunia dengan mengemban suatu keharusan untuk menjadi manusia, ia diciptakan dengan susunan yang baik dan berbagai potensial untuk menjadi manusia. Namun demikian, dalam kenyataan hidupanya, perkembangan manusia bersifat terbuka  atau mengandung berbagai kemungkinan. Manusia mungkin berkembang menjadi manusia yang sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya atau sebaliknya mungkin pula ia berkembang ke arah yang kurang sesuai bahkan tidak sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaannya.
Anne Rollet mengemukakan bahwa bahwa sampai tahun 1976 para etnolog telah mencatat kira-kira 60 anak-anak buas di seluruh dunia. Tidak diketahui bagaimana asalnya anak-anak tersebut hidup dan dipelihara oleh binatang. Ada yang hidup dengan serigala, kijang, kera. Anak-anak tersebut berperilaku layaknya hewan tidak berpakaian, agresif untuk menyerang dan menggigit, tidak dapat tertawa, ada yang tidak dapat berjalan tegak dan tidak berbahasa layaknya manusia.
Jadi kemampuan berjalan dengan dua kaki, kemampuan berbicara,kemampuan berperilaku lainnya yang lazim dilakukan manusia yang berkebudayaan, tidak di bawa manusia sejak kelahirannya. Demikian halnya dengan kesadaran akan tujuan hidupnya, kemampuan hidup sesuai individualitas, sosialitasnya, tidak di bawa manusia sejak kelahirannya, melainkan harus diperoleh manusia melalui belajar, melalui bantuan berupa pengajaran, bimbingan, latihan, dan kegiatan lainnya yang dapat dirangkum dalan istilah pendidikan. “ Man can become man through education only”, demikian pernyataan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya.

B.      ASAS – ASAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN

1.       Asas Potensialitas
Telah dikemukakan berbagai potensi yang dimiliki oleh manusia yang memungkinkan mampu menjadi manusia, tetapi itu memerlukan suatu sebab, yaitu pendidikan. Contohnya, dalam aspek kesusilaan, manusia diharap mampu berperilaku sesuai dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang diakui. Ini adalah salah satu tujuan pendidikan atau sosok manusia ideal berkenaan dengan dimensi moralitas. Apakah manusia dapat atau mungkin dididik untuk mencapai tujuan tersebut? Jawabannya adalah dapat atau mungkin, sebab manusia memiliki potensi untuk berbuat baik.

2.       Asas Dinamika
Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Ia selalu ingin mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah mereka dapatkan. Ia berusaha mengaktualisasikan diri menjadi manusia yang ideal, baik dalam rangka interaksi atau komunikasinya. Jadi tujuan dari sudut pendidik, pendidikan dilakukan dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Di pihak lain manusia itu sendiri memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal. Karena itu, dimensi dinamika mengiplikasikan bahwa manusia akan mampu untuk dididik.

3.       Asas Individualitas
Individu antara lain memiliki kesendirian, ia berbeda dengan yang lainnya yang memiliki keinginan untuk menjadi dirinya sendiri. Pendidikan dilaksanakan untuk membantu manusia dalam mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya.

4.       Asas Sosialitas
Manusia itu makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain. Dengan kehidupan bersama dengan sesamanya akan terjadi hubungan timbal baalik. Kenyataan ini memberikan kemingkinan manusia untuk dapat dididik. Sebab, pendidikan itu dapat disampaikan melalui interaksi antar sesama manusia dan dari interaksi itulah manusia dapat belajar secara langsung.

5.       Asas Moralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk. Pendidikan hakikatnya bersifat normatif, artinya dilaksanakan dalam nilai dan sistem tertentu serta diarahkan untuk menjadi manusia yang ideal, yaitu manusia yang sesuai dengan nilai atau norma yang bersumber dari agama maupun budaya yang diakui.